Mengendalikan emosi anak memang bukanlah hal yang gampang. Apalagi bila emosi tersebut diungkapkan dengan cara yang cukup mengganggu, seperti menendang,memukul, membanting mainannya, atau berteriak-teriak sambil menangis di tengah keramaian. Ungkapan emosi seperti itu umumnya disebut dengan temper tantrum. Namun, tantrum sebenarnya jangan dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Itu karena dalam periode pertumbuhan anak usia satu sampai tiga tahun,hal tersebut dianggap normal.
Seiring dengan bertambahnya usia anak, biasanya dia mulai membangun rasa percaya diri dan belajar mengenal orang lain, objek, atau dirinya sendiri. Dia ingin belajar mandiri untuk mengekspresikan diri dan menguasai lingkungan di sekitarnya lebih dari yang sebenarnya mampu dia atasi. Kekeliruan dalam menyikapi tantrum, Anda akan kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustrasi, takut,jengkel,dan sebagainya) secara wajar.
Juga bagaimana bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan emosi tersebut. Harvey Karp MD, seorang pakar pengasuhan, dokter anak, asisten profesor pediatrik di University of Southern California Keck School of Medicine, Amerika Serikat, mengatakan, prefrontal cortex (bagian otak depan), yang membantu mengendalikan emosi, belum berkembang sampai anak berusia sekitar usia empat tahun. Karp mengungkapkan,balita bersikap seperti orang yang hidup di gua. ”Ketika mereka marah, mereka akan bertingkah laku mirip orang primitif terhadap Anda.
Mereka meludah, berteriak, mencakar dan melempar barang-barang,” ujarnya seperti dikutip laman WebMD. Untuk menangani balita laksana makhluk prasejarah tersebut, Karp memiliki dua aturan kunci,yaitu fast food ruledan toddlerese rule. ”Fast food ruleberarti bahwa setiap kali Anda berbicara dengan seseorang yang marah, biarkan dia pergi menjauhi Anda dahulu, dan Anda mengakui perasaan mereka sebelum melakukan tindakan apa pun,” sebut Karp.
Bagaimana dengan toddlerese rule? Aturan ini menyarankan Anda untuk berbicara dengan anak Anda yang sedang tantrum dengan menggunakan bahasa anak-anak, yaitu dengan mengatakan sesuatu secara berulang-ulang dengan kalimat pendek yang mencerminkan perasaannya.Tentu dengan penambahan bahasa tubuh dan ekspresi wajah yang pas. Ketika anak Anda mengubah pilihan makanan dari bakso ke ayam goreng misalnya, jangan mengatakan, ”Maaf, Sayang. Tapi kamu bilang tadi ke ibu kalau kamu mau makan bakso”.
Seharusnya Anda bilang ke dia,”Kamu bilang ke Ibu tadi kalau enggak,enggak,aku enggak mau ayam goreng.Aku mau bakso,gitu.Muka kamu tadi kepengen banget bakso”. Setelah dia melihat Anda dan bersikap tenang (dan dia pasti akan melakukan itu, janji Karp), itulah isyarat untuk beralih ke agenda sendiri. Katakan, ”Makan bakso ya, enggak ayam goreng hari ini”. Karp menuturkan, tidak pernah terlalu cepat untuk memulai dengan pendekatan ini. ”Bahkan,anak yang berusia satu akan menanggapi teknik ini.
Dengan mengakui perasaan dan berbicara bahasa mereka, Anda dapat membantu mereka menjadi lebih kooperatif, hormat, dan penuh perhatian,”kata penulis buku dan seri DVD ”The Happiest Baby on the Block/The Happiest Toddler on the Block”itu. Adapun yang paling penting adalah, tetap tenang dan jangan panik. Menunjukkan perasaan bahwa Anda frustrasi (meneriaki anak,membentak, mencubit) saat menghadapi si anak tantrum justru akan memperumit masalah. Anak akan merasakan emosi orang tua yang naik,hal itu bisa menyebabkan emosi anak ikut meningkat sehingga tempersemakin menjadi.
Seorang anak yang sedang mengalami tantrum tidak dapat menerima bujukan. Dia justru akan merespons ne-gatif tindakan Anda,jangan pula mengacuhkan. Adapun yang terbaik adalah membiarkannya dan Anda bisa tetap berada di sampingnya, peluk, atau gendonglah anak Anda dengan penuh cinta. (sumber: SINDO)
0 komentar:
Posting Komentar