Hukum Ziarah kubur menurut ahlus sunnah : Berziarah kubur adalah sesuatu yang disyari’atkan di dalam agama berdasarkan (dengan dalil) hadits-hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dan ijma’ (kesepakatan).
a) Dalil dari hadit…s Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :
Dalil-dalil dari hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tentang disyari’atkannya ziarah kubur diantaranya :
1. Hadits Buraidah bin Al-Hushoib radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam beliau bersabda :
إِنِّيْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
”Sesungguhnya aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah kuburan”. Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim (3/65 dan 6/82) dan oleh Imam Abu Daud (2/72 dan 131) dengan tambahan lafazh :
فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ
“Sebab ziarah kubur itu akan mengingatkan pada hari akhirat”.
Dan dari jalan Abu Daud hadits ini juga diriwayatkan maknanya oleh Imam Al-Baihaqy (4/77), Imam An-Nasa`i (1/285 –286 dan 2/329-330), dan Imam Ahmad (5/350, 355-356 dan 361).
2. Hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, yang semakna dengan hadits Buraidah. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 3/38,63 dan 66 dan Al-Hakim 1/374-375 dan Al-Baihaqy (4/77) dari jalan Al-Hakim.
3. Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, yang juga semakna dengan hadits Buraidah dikeluarkan oleh Al-Hakim 1/376.
b. Ijma’
Adapun Ijma’ diriwayatkan (dihikayatkan) oleh :
1. Al-‘Abdary sebagaimana disebutkan oleh Imam An-Nawawy dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab (5/285).
2. Al-Imam Muwaffaquddin Abu Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdasy Al-Hambaly (541-620 H) dalam kitab Al-Mughny (3/517).
3. Al-Hazimy sebagaimana disebutkan oleh Imam Asy-Syaukany dalam kitab Nailul Authar (4/119).
Batasan disyari’atkannya ziarah kubur.
Syariat yang telah disebutkan di atas tentang ziarah kubur adalah disunnahkan bagi laki-laki berdasarkan dalil-dalil dari hadits-hadits maupun hikayat ijma’ tersebut di atas. Adapun bagi wanita maka hukumnya adalah mubah (boleh), makruh bahkan sampai kepada haram bagi sebagian wanita.
Perbedaan hukum antara laki-laki dan wanita dalam masalah ziarah kubur ini disebabkan oleh adanya hadits yang menunjukkan larangan ziarah kubur bagi wanita :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَ…يْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melaknat wanita-wanita peziarah kubur””.
Hadits ini diriwayatkan Ibnu Hibban di dalam Shohihnya sebagaimana dalam Al-Ihsan no.3178.
Dan mempunyai syawahidnya (pendukung-pendukungnya) diriwayatkan oleh beberapa orang Shahabat diantaranya :
Ø Hadits Hassan bin Tsabit dikeluarkan oleh Ahmad 3/242, Ibnu Abi Syaibah 4/141, Ibnu Majah 1/478, Al-Hakim 1/374, Al-Baihaqy dan Al-Bushiry di dalam kitabnya Az-Zawa`id dan dia berkata isnadnya shohih dan rijalnya tsiqot.
Ø Hadits Ibnu ‘Abbas : Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Ashhabus Sunan Al-Arba’ah (Abu Daud, An-Nasa`i, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah), Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Al-Baihaqy.
Catatan :
Hadits dengan lafazh seperti di atas زَائِرَاتِ menunjukkan pengharaman ziarah kubur bagi wanita secara umum tanpa ada pengecualian.
Akan tetapi ada lafazh lain dari hadits ini, yaitu :
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ زُوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ. وَ فِيْ لَفْظٍ : لَعَنَ اللهُ
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam )dalam lafazh yang lain Allah subhanahu wa ta’ala) melaknat wanita-wanita yang banyak berziarah kubur”.
Lafazh زُوَّارَاتِ (wanita yang banyak berziarah) menjadi dalil bagi sebagian ‘ulama untuk menunjukkan bahwa berziarah kubur bagi wanita tidaklah terlarang secara mutlak (haram) akan tetapi terlarang bagi wanita untuk sering melakukan ziarah kubur.
Sebagian dari perkataan para ‘ulama tentang ziarah kubur bagi wanita
a) Yang mengatakan terlarangnya ziarah kubur bagi wanita.
- Berkata Imam An-Nawawy Asy-Syafi’iy : “Nash-nash Imam Asy-Syafi’iy dan Al-Ashhab (pengikut Madzhab Syafi’iyyah) telah sepakat bahwa ziarah kubur disunnahkan bagi laki-laki”. (Al-Majmu’ 5/285).
Perkataannya : “Disunnahkan bagi laki-laki” mempunyai pengertian bahwa bagi wanita tidak disunnahkan.
- Berkata Imam Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah Al-Maqdasy Al-Hambaly : “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan dikalangan Ahlul ‘Ilmi tentang bolehnya laki-laki berziarah kubur”. Lihat Al-Mughny 3/517.
Perkataannya : “Bolehnya laki-laki berziarah kubur” memiliki pengertian bahwa bagi wanita belum tentu boleh atau tidak boleh sama sekali.
- Berkata Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Abdary Al-Malikiy, terkenal dengan nama kunyahnya “Ibnul Hajj” : “Dan seharusnya (selayaknya) baginya (laki-laki) untuk melarang wanita-wanita untuk keluar ke kuburan meskipun wanita-wanita tersebut memiliki mayat (karena si mayat adalah keluarga atau kerabatnya) sebab As-Sunnah telah menghukumi/menetapkan bahwa mereka (para wanita) tidak diperkenankan untuk keluar rumah”. Lihat : Madkhal As-Syar‘u Asy-syarif 1/250.
- Berkata : Abu An-Naja Musa bin Ahmad Al-Maqdasy Al-Hambaly (pengarang Zadul Mustaqni’) : “Disunnahkan ziarah kubur kecuali bagi wanita”. Lihat : Kitab Hasyiah Ar-Raudhul Murbi’ Syarah Zadul Mustaqni’ 3/144-145.
- Berkata Al-Imam Mar’iy bin Yusuf Al-Karmy : “Dan disunnahkan berziarah kubur bagi laki-laki dan dibenci (makruh) bagi wanita”. Lihat : Kitab Manar As-Sabil Fii Syarh Ad-Dalil 1/235).
- Berkata Syaikh Ibrahim Dhuwaiyyan : “Minimal hukumnya adalah makruh”.
- Berkata Syaikh Doktor Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan : “Dan ziarah itu disyariatkan bagi laki-laki, adapun wanita diharamkan bagi mereka berziarah kubur”. Lihat : Al-Muntaqo Min Fatawa Syaikh Sholeh Al-Fauzan.
b. Yang menyatakan bolehnya ziarah kubur bagi wanita :
- Imam Al-Bukhary, dimana beliau meriwayatkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu : “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melewati seorang wanita yang sedang berada di …sebuah kuburan, sambil menangis. Maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berkata padanya : “Bertaqwalah engkau kepada Allah dan bersabarlah”. Maka berkata wanita itu : “Menjauhlah dariku, engkau belum pernah tertimpa musibah seperti yang menimpaku”, dan wanita itu belum mengenal Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, lalu disampaikan padanya bahwa dia itu adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, ketika itu ditimpa perasaan seperti akan mati (karena merasa takut dan bersalah-ed.). Kemudian wanita itu mendatangi pintu (rumah) Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dan dia tidak menemukan penjaga-penjaga pintu maka wanita itu berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku (pada waktu itu) belum mengenalmu, maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berkata : “Sesungguhnya yang dinamakan sabar itu adalah ketika (bersabar) pada pukulan (benturan) pertama”.
Al-Bukhary memberi terjemah (judul bab) untuk hadits ini dengan judul “Bab tentang ziarah kubur” yang mana ini menunjukkan bahwa beliau tidak membedakan antara laki-laki dan wanita dalam berziarah kubur. Lihat : Shohih Al-Bukhary 3/110-116.
- Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany menerangkan hadits di atas dalam Fathul Bary katanya : “Dan letak pendalilan dari hadits ini adalah bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak mengingkari duduknya (keberadaan) wanita tersebut di kuburan. Dan taqrir Nabi (pembolehan) adalah hujjah.
- Berkata Al-‘Ainy : “Dan pada hadits ini terdapat petunjuk tentang bolehnya berziarah kubur secara mutlak, baik peziarahnya laki-laki maupun wanita dan yang diziarahi (penghuni kubur) muslim atau kafir karena tidak adanya pembedaan padanya”. (Lihat : Umdatul Qory 3/76)
- Al-Imam Al-Qurthuby berkata : “Laknat yang disebutkan di dalam hadits adalah bagi wanita-wanita yang memperbanyak ziarah karena bentuk lafazhnya menunjukkan “mubalaghah” (berlebih-lebihan). Dan sebabnya mungkin karena hal itu akan membawa wanita kepada penyelewengan hak suami dan berhias diri dan akan munculnya teriakan, erangan, raungan dan semisalnya. Dan dikatakan jika semua hal tersebut aman (dari terjadinya) maka tidak ada yang bisa mencegah untuk memberikan izin kepada para wanita, sebab mengingat mati diperlukan oleh laki-laki maupun wanita”. (Lihat : Jami’ Ahkamul Qur`an).
- Berkata Al-Imam Asy-Syaukany : “Dan perkataan (pendapat) ini adalah yang pantas untuk pegangan dalam mengkompromikan antara hadits-hadits bab yang saling bertentangan pada lahirnya”. Lihat : Nailul Authar 4/121.
- Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany : “Dan wanita seperti laki-laki dalam hal disunnahkannya ziarah kubur”. Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan empat alasan yang sangat kuat dalam menunjukkan hal tersebut di atas. Setelah itu beliau berkata : “Akan tetapi tidak dibolehkan bagi mereka (para wanita) untuk memperbanyak ziarah kubur dan bolak-balik ke kuburan sebab hal ini akan membawa mereka untuk melakukan penyelisihan terhadap syariat seperti meraung, memamerkan perhiasan/kecantikan, menjadikan kuburan sebagai tempat tamasya dan menghabiskan waktu dengan obrolan kosong (tidak berguna), sebagaimana terlihatnya hal tersebut dewasa ini pada sebagian negeri-negeri Islam, dan inilah maksud Insya Allah dari hadits masyhur :
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ (وَفِيْ لَفْظٍ : لَعَنَ اللهُ) زَوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam (dalam sebuah lafadz Allah melaknat) wanita-wanita yang banyak berziarah kubur”.(Sunan Al-Baihaqy 4/6996, Sunan Ibnu Majah no.1574, Musnad Ahmad 2/8430, 8655).
Lihat : Kitab Ahkamul Janaiz karya Syaikh Al-Albany 229-237.
Kesimpulan penulis :
Wanita tidak dianjurkan untuk berziarah kubur, karena ditakutkan akan terjadi padanya hal-hal yang bertentangan dengan syari’at disebabkan karena kelemahan hati wanita dan karena perbuatannya, seperti akan terjadinya teriakan atau raungan ketika menangis/sedih, tabarruj (berhias), ikhtilath (bercampur baur dengan laki-laki) dan hal-hal lain yang sejenis. Itulah sebabnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melaknat wanita-wanita yang sering melakukan ziarah kubur karena banyaknya (seringnya) berziarah kubur tersebut akan mengantarkannya kepada penyelisihan/penyelewengan terhadap syari’at. Akan tetapi jika seorang wanita kebetulan melewati kuburan atau berada di kuburan karena kebetulan (tanpa sengaja) seperti yang terjadi pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika mengikuti Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ke pekuburan Baqi’, maka pada waktu itu keadannya seperti laki-laki dalam hal bolehnya wanita tersebut berziarah, dengan memberi salam dan mendo’akan para penghuni kubur.
Berkata Syaikh Ibrahim Duwaiyyan : “Jika seorang wanita yang sedang berjalan melewati suatu kuburan di jalannya dia memberi salam dan mendo’akan penghuni kubur (mayat) maka hal ini baik (tidak mengapa) sebab wanita tersebut tidak sengaja keluar untuk ke pekuburan”. Lihat : Manar As-Sabil Fi Syarh Ad-Dalil. Wallahu A’lam Bis Showab.
Hikmah dilarangnya para wanita memperbanyak (sering) berziarah
Diantara hikmah tersebut :
1. Karena ziarah dapat membawa kepada penyelewengan hak-hak suami akan keluarnya para wanita dengan berhias lalu dilihat orang lain dan tak jarang ziara…h tersebut disertai dengan raungan ketika menangis. Hal ini disebutkan oleh Imam Asy-Syaukany dalam Nailul Authar 4/121.
2. Karena para wanita memiliki kelemahan/kelembekan dan tidak memiliki kesabaran maka ditakutkan ziarah mereka akan mengantarkan kepada perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang akan mengeluarkan mereka dari keadaan sabar yang wajib. Hal ini disebutkan oleh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al-Bassam dalam kitab Taudhihul Ahkam 2/563-564.
3. Sebab wanita sedikit kesabarannya, maka tidaklah dia aman dari gejolak kesedihannya ketika melihat kuburan orang-orang yang dicintainya, dan ini akan membawa dia pada perbuatan-perbuatan yang tidak halal baginya, berbeda dengan laki-laki. Disebutkan oleh Syaikh Ibrahim Duwaiyyan menukil dari kitab Al-Kafi. Lihat : Manar As-Sabil Fii Syarh Ad-Dalil 1/236.
4. Berkata Imam Ibnul Hajj rahimahullah setelah menyebutkan 3 pendapat ulama tentang boleh tidaknya berziarah kubur bagi wanita : “Dan ketahuilah bahwa perselisihan pendapat para ‘ulama yang telah disebutkan adalah dengan kondisi wanita pada waktu itu (zamannya para ‘ulama salaf sebelum Ibnul Hajj yang wafat pada thn 732 H), maka mereka sebagaimana diketahui dari kebiasaan mereka yang mengikuti sunnah, sebagaimana telah lalu (tentang hal itu). Adapun keluarnya mereka (para wanita untuk berziarah) pada zaman ini (zaman Ibnul Hajj), maka kami berlindung kepada Allah dari kemungkinan adanya seorang dari ‘ulama atau dari kalangan orang-orang yang memiliki muru`ah (kehormatan dan harga diri) atau cemburu (kepedulian) terhadap agamanya yang akan membolehkan hal ini. Jika terjadi keadaan darurat (yang mendesak) baginya untuk keluar maka hendaknya berdasarkan hal-hal yang telah diketahui dalam syari’at berupa menutup aurat sebagaimana yang telah lalu (pembahasannya) bukan sebagaimana adat mereka yang tercela pada masa ini. Lihatlah mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala merahmati kami dan merahmatimu. Lihatlah mafsadah (kerusakan) ini yang telah dilemparkan oleh syaithan kepada sebagian mereka (para wanita) didalam membangun (menyusun) tingkatan-tingkatan kerusakan ini di kuburan (Madkhal Asy-Syar’u Asy-Syarif 1/251).
.:: Oleh: Abu Nabilah ::.
Siapa yang bilang ziarah kubur bid’ah atau terlarang..?
oleh Tunggal Sae Indrawan R., Jumat, 05 Agustus 2011 0
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar